Rabu, 10 Juli 2013

KINGDOM OF BEM FIP 2013

Ini adalah cerita tentang kerajaan BEM FIP 2013 yang dipimpin oleh seorang raja bernama Syahid. kerajaan ini memiliki struktur sebagai berikut:
Ibu Suri: Nhanah Khasanah al Faruq
Penasehat Raja 1: Muhammad Irfanuddin
Penasehat Raja 2: Ahmad Syaikhoni
Raja: Syahid
Perdana Menteri: Bayu Efka Leigraha Noor
Permaisuri: masih dicari....^_^
Selir 1: Septa Aliya
Selir 2: Maya Rusitasari
Selir 3: Rahma Noor Alifah
Selir 4: Yunia tiara Rizki
Putra Mahkota: Abdul Kholiq
Pangeran 1: Ahmad Abdun Salam
Pangeran 2: Arif Fatoni
Pangeran 3: Eska rio Ananda
Pangeran 4: Faisal Nouval GE-HA
Pangeran 5: Dicky Novriansyah
Pangeran 6: Avis Yudha I.A.
Putri Mahkota 1: Ela Resti Fitriana
Putri Mahkota 2: Racie Izumy
Putri Mahkota 3: Isna Laili Hikmah
Menteri Diplomasi: Achmad Farchan
Menteri Kesejahteraan Rakyat: Amri Alfi
Menteri Sarana Prasarana Kerajaan:  Kita Bae
Menteri Kebahagiaan Kerajaan: Aris Munandar
Menteri Pelindung Anak: Budi Wicaksono
Panglima Perang 1: Hafidz Imam A.
Panglima Perang 2: Pradhika Udhi Nalendra
Panglima Perang 3: Hadyan Pramudhita
Panglima Perang 4: Giantara Anggarda Putra
Panglima Perang 5: Zennurokhman Pipit W.
Penjaga Stempel Kerajaan: Alfin Ni'mah
Dayang Pengatur Keuangan: Stevani Rina A.
Penanggung Jawab Makanan Kerajaan: M. Addarul Ashar
Dayang Kepala Bagian Makanan: Mardina Dwi Handayani
Dayang-Dayang Bagian Makanan: Lilis Tubby, Dwi Oktaviana, Adelia Hardini, Hesti Febrina R., Evie Masyitoh
Dayang Kepala Bagian Pengembangan Teknologi: Frederike Asokawati
Dayang-Dayang Bagian Pengembangan Teknologi: Khusnul Karimah, Rikzi Izzet A., Nur Fitri N.
Dayang Kepala Bagian Kebersihan Kerajaan: Resti Fajrin
Dayang-Dayang Bagian Kebersihan Kerajaan: Rizki Nurmalita, Kharissa Widya K., Wahyu Dinar
Dayang Kepala Bagian Kesehatan: Syifa Hafidzah
Dayang-Dayang Bagian Kesehatan: Candra Abdillah, Luthfi Nurul H., Elmy Wulandari, Isna Nur Istiqomah, Wahyu Adzimah, Dewi Mulyanah

Begitulah punggawa-punggawa Kingdom of BEM FIP 2013, ceritanya ada perebutan tahta kerajaan antar pangeran dan putra mahkota.....lanjutannya masih dipikirkan
dan saya adalah sutradaranya,,huhuhuhu







Kamis, 20 Juni 2013

makalah kejahatan




Description: images

KEJAHATAN

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Permasalahan Sosial
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Sugiyo, M.Si.


Oleh   
1.      Adi Kurniawan                       1301411000
2.      Diah Wahyu M.                      1301411058
3.      Hari Nugroho                          1301411000
4.      Intan Wulansari                       1301411000
5.      Atik                                         1301411000


JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter ( bawaan sejak lahir, warisan); juga bukan merupakan warisan biologis. Tiingkah laku criminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat berlangsung pada usia anak, dewasa, ataupun lanjut umur. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar, yaitu dipikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada satu maksud tertentu secara sadar benar. Namun bisa juga dilakukan secara setengah sadar, misalnya didiorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan paksaan yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. Kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali, misalnya karena terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan. Masyarakat modern yang sangat kompleks itu menumbuhkan aspirasi-aspirasi materiil tinggi dan sering disertai oleh ambisi sosial yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan materiil yang melimpah-limpah tanpa mempunyai kemampuan untuk mencapainya dengan jalan wajar, mendorong individu untuk melakukan tindak criminal. Dengan kata lain bisa dinyatakan: jika terdapat diskrepansi (ketidaksesuaian, pertentangan) antara ambisi-ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa demikian ini mendorong orang untuk melakukan tindak criminal. Kejahatan  atau kriminologi adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial sehingga masyarakat menentangnya. Pembahasan mengenai kejahatan ini perlu kiranya dilakukan secara lebih mendalam, sehingga berdasarkan penjelasan di atas dapat diungkap secara lebih mendalam lagi mengenai kejahatan, baik dari sisi pengertiannya, penyebabnya, cara mengatasinya, dll. Oleh sebab itulah kenapa makalah ini perlu disusun.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang bisa dibuat adalah:
1.      Bagaimanakah konsep dasar dari kejahatan itu sendiri?
2.      bagaimanakah bentuk-bentuk perilaku kejahatan?
3.      Adakah teori-teori yang relevan dengan definisi kejahatan?
4.      Apakah fungsi dan disfungsi dari kejahatan?
5.      Apa kaitan antara kejahatan, polisi, dan penegak hukum?
6.      Apa kaitan antara kejahatan dan pemenjaraan?
7.      Apakah penjahat marginal merupakan bentuk budaya kejahatan?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui konsep dasar kejahatan.
2.      Mengetahui bentuk-bentuk perilaku kejahatan.
3.      Mengetahui adakah teori-teori yang relevan dengan definisi kejahatan.
4.      Mengetahui fungsi dan disfungsi dari kejahatan.
5.      Mengetahui kaitan antara kejahatan, polisi, dan penegak hukum.
6.      Mengetahui kaitan antara kejahatan dan pemenjaraan.
7.      Mengetahui apakah penjahat marginal merupakan bentuk budaya kejahatan.

1.4  Manfaat
1.      Manfaat teoritis
Pembahasan mengenai kejahatan secara lebih luas akan memperkaya khasanah teori tentang kejahatan dan mengembangkan ilmu kriminologi.
2.      Manfaat Praktis
Menambah pengetahuan pembaca mengenai kejahatan secara lebih luas.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi Kejahatan
Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Di dalam perumusan pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jelas tercantum: kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP. Ringkasnya, secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Selanjutnya, semua tingkah laku yang dilarang oleh undang-undang harus dijauhi.
Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana).
2.2  Bentuk-Bentuk Perilaku Kejahatan
Menurut KUHP, penjelmaan atau bentuk dan jenis kejahatan itu dapat dibagi-bagikan dalam beberapa kelompok, yaitu:
a)      Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-organisasi legal.
b)      Penipuan-penipuan
c)      Pencurian dan pelanggaran
Kemudian, menurut cara kejahatan dilakukan bisa dikelompokkan dalam:
1.      Menggunakan alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan kimia dan racun, instrument kedokteran, alat pemukul, alat jerat, dan lain-lain.
2.      Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka, bujuk rayu, dan tipu daya.
3.      Residivis, yaitu penjahat yang berulang-ulang ke luar masuk penjara.
4.      Penjahat-penjahat berdarah dingin, yang melakukan tindak kejahatan dengan pertimbangan-pertimbangan dan persiapan yang matang.
5.      Penjahat kesempatan atau situasional.
6.      Penjahat karena dorongan impuls-impuls yang timbul seketika.
7.      Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak disengaja,lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dll.
Sarjana Capelli membagi tipe penjahat sebagai berikut;
a)      Penjahat yang melakukan kejahatan didorong oleh faktor psikopatologis, dengan pelaku-pelakunya:
1.      Orang yang sakit jiwa
2.      Berjiwa abnormal, namun tidak sakit jiwa
b)      Penjahat yang melakukan tindak pidana oleh cacad badani rohani, dan kemunduran jiwa raganya:
1.      Orang-orang dengan gangguan jasmani-rohani sejak lahir dan pada usia muda, sehingga sukar dididik, dan tidak mampu menyesuaikan diri terhadap pola hidup masyarakat umum.
2.      Orang-orang dengan gangguan badani-rohani pada usia lanjut (dementia senilitas), cacad/invalid oleh suatu kecelakaan, dll.
c)      Penjahat karena faktor-faktor sosial, yaitu:
1.      Penjahat kebiasaan
2.      Penjahat kesempatan oleh kesulitan ekonomi atau kesulitan fisik.
3.      Penjahat kebetulan.
4.      Penjahat-penjahat berkelompok.
Seelig membagi tipe penjahat atas dasar struktur kepribadian pelaku,atau atas dasar konstitusi jiwani/psikis pelakunya, yaitu:
1.      Penjahat yang didorong oleh sentiment-sentimen yang sangat kuat dan pikiran yang naïf primitive. Misalnya membunuh anak isteri karena membayangkan mereka akan sengsara di duniayang kotor ini, sehingga lebih baik mereka mati.
2.      Penjahat yang melakukan tindak pidana didorong oleh satu ideology dan keyakinan kuat, baik yang fanatic kanan (golongan agama), maupun yang fanatic kiri (golongan sosialis dan komunis. Misalnya gerakan “jihad”.
Menurut objek hukum yang diserangnya, kejahatan dapat dibagi dalam:
1.      Kejahatan ekonomi
2.      Kejahatan politik dan pertahanan-keamanan
3.      Kejahatan kesusilaan
4.      Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda
Pembagian kejahatan menurut tipe penjahat, yang dilakukan oleh Cecaro Lombroso, ialah sebagai berikut:
1.      Penjahat sejak lahir dengan sifat-sifat herediter (born criminals) dengan kelainan-kelainan bnetuk-bentuk jasmani, bagian-bagian badan yang abnormal, stigmata atau noda fisik, anomaly/cacad dan kekurangan jasmaniah.
2.      Penjahat dengan kelainan jiwa, misalnya: gila, setengah gila, idiot, debil, imbesil, dihinggapi hysteria, dll.
3.      Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualitas atau nafsu-nafsu seks.
4.      Penjahat karena kesempatan.
5.      Penjahat dengan organ-organ jasmani yang normal, namun mempunyai pola kebiasaan buruk.
Aschaffenburg membagi tipe penjahat sebagai berikut:
1.      Penjahat profesional
2.      Penjahat oleh kebiasaan
3.      Penjahat tanpa/ kurang memiliki disiplin kemasyarakatan.
4.      Penjahat-penjahat yang mengalami krisis jiwa
5.      Penjahat yang melakukan kejahatan oleh dorongan-dorongan seks yang abnormal.
6.      Penjahat yang sangat agresif dan memiliki mental sangat labil, yang sering melakukan penyerangan, penganiayaan, dan pembunuhan.
7.      Penjahat karena kelemahan batin dan dikejar-kejar oleh nafsu materiil yang berlebih-lebihan.
8.      Penjahat dengan indolensi psikis dan segan bekerja keras.
9.      Penjahat campuran (kombinasi dari motof-motif 1 sampai 8)

2.3  Teori-Teori Mengenai Kejahatan
1.      Teori Teologis
Menyatakan kejahatan atau kriminalitas merupakan perbuatan dosa yang jahat sifatnya. Setiap orang normal bisa melakukan kejahatan sebab didorong oleh roh-roh jahat dan godaan setan atau ibis atau nafsu-nafsu durjana, angkara, dan melanggar kehendak Tuhan.
2.      Teori filsafat tentang manusia (antropolodi transcendental)
Jasmani manusia itu merupakan prinsip ketidakselesaian atau perubahan, dan sifatnya tidak sempurna. Prinsip ketidakselesaian ini mengarahkan manusia pada destruksi, kerusakan, kemusnahan, dan kejahatan (hal-hal yang tidak susila). Jadi oleh sifat-sifat jasmaniahnya itu, manusia mempunyai kecenderungan-kecenderungan mengarah pada kebinasaan, kejahatan dan destruksi diri, apabila kecenderungan tersebut tidak dapat dikendalikan oleh JIV/jiwa.
3.      Teori keamanan bebas
Menyatakan bahwa manusia itu bisa bebas berbuat menurut kemauannya. Teori kemauan bebas tidak menyebutkan roh-roh jahat sebab-musabab kejahatan, akan tetapi sebab kejahatan adalah kemauan manusia itu sendiri, jika dia dengan sadar benar berkeinginan melakukan perbuatan durjana, maka tidak ada seorangpun, tidak satu Dewa pun, bahkan tidak juga Tuhan dan sebuah Kitab Suci pun yang bisa melarang perbuatan kriminalnya.
4.      Teori penyakit jiwa
Menyebutkan adanya kelainan-kelainan yang bersifat psikis sehingga individu yang berkelainan ini sering melakukan kejahatan-kejahatan. Penyakit jiwa tersebut berupa: psikopat dan defect moral.
5.      Teori fa’al tubuh
Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah: cirri-ciri jasmaniah dan bentuk jasmaninya. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari-jari, kaki, dan anggota badan lainnya. semua cirri fisik itu mengkonstituir kepribadian seseorang dengan kecenderungan-kecenderungan criminal.
6.      Teori yang menitikberatkan pengaruh antropologis
Teori ini menyatakan adanya cirri-ciri individual yang karakteristik dan cirri anatomis yang khas menyimpang. Dalam kelompok ini dimasukkan teori atavisme. Sarjana Ferrero berpendapat, bahwa teori atavisme itu memang mempunyai segi-segi kebenarannya, yaitu: orang-orang criminal itu mempunyai cirri-ciri psikis yang sama dengan orang-orang primitive, daam hal: kemalasan, impulsivitas, cepat naik darah, dan kegelisahan psiko-fisik. Semua sifat karakteristik ini menghambat mereka untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap peraturan-peraturan peradaban dan uniformitas kesusilaan.
7.      Teori yang menitikberatkan faktor sosial, dari sekolah sosiologis Perancis
Mazhab ini dengan tegas menyatakan bahwa pengaruh paling menentukan yang mengakibatkan kejahatan adalah: faktor-faktor eksternal atau lingkungan sosial dan kekuatan-kekuatan sosial.
8.      Mazhab bio-sosiologis
Teori ini menyatakan bahwa kejahatan itu tidak hanya disebabkan oleh konstitusi biologis yang ada pada diri individu saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor atau pengaruh-pengaruh eksternal. Timbulnya kejahatan itu disebabkan oleh kombinasi dari kondisi individu (kondisi psiko-fisik) dan kondisi sosial.
9.      Teori susunan ketatanegaraan
Beberapa filsuf dan negarawan, yaitu Plato, Aristoteles, dan Thomas More dari Inggris beranggapan bahwa struktur kenegaraan dan falsafah Negara itu turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Bila susunan Negara baik dan pemerintahannya bersih, serta mampu melaksanakan tugas memerintah rakyat dengan adil, maka kejahatan tidak akan bisa berkembang. Sebaliknya, jika pemerintahan korup dan tidak adil, maka banyak orang memenuhi kebutuhan vtalnya dengan cara masing-masing yang inkonvensional dan jahat atau criminal.
10.  Mazhab spiritualis dengan teori non-religiusitas (tidak beragamanya individu)
Teori ini menyatakan bahwa ketidakpercayaan kepada Tuhan yang Maha Kuasa itu menimbulkan banyak ketakutan, kecemasan, dan kebingungan. Dan sebagai akibatnya, sering timbul agresivitas dan sifat a-sosial, yang mudah menjerumuskan manusia kepada kejahatan-kejahatan. Orang-orang yang atheistis sering dibayang-bayangi oleh pikiran-pikiran yang kacau-balau dan ide-ide kegila-gilaan. Terjadilah kemungkinan disorganisasi dan disintegrasi kepribadian, tanpa memiliki rasa sosial, dan rasa kemanusiaan yang wajar. Dan pengkondisian semacam ini mendekatkan dirinya pada erbuatan-perbuatan yang jahat.

2.4  Fungsi dan Disfungsi Kejahatan
Disfungsi sosial dari kejahatan, yaitu:
1.             kejahatan yang bertubi-tubi itu memberikan efek yang mendemoralisir/merusak terhadap orde sosial
2.             menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan, dan kepanikan di tengah masyarakat.
3.             Banyak materi dan energy terbuang dengan sia-sia oleh gangguan-gangguan kriminalitas.
4.             Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada sebagian besar warga masyarakatnya.
Namun, di samping pengaruhnya yang merusak itu, ada juga fungsi sosial dari kejahatan, yang memberikan efek positif. Yaitu memperjelas “tujuan-tujuan sosial” yang bermanfaat dan diungkapkan dalam bentuk aktivitas sebagai berikut:
1.        menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yang tengah diteror oleh penjahat.
2.        Muncullah kemudian tanda-tanda baru, dengan norma-norma susila yang lebih baik, yang diharapkan mampu mengatur masyarakat dengan cara yang lebih baik di masa-masa mendatang.
3.        Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, dan menambah kekuatan fisik lainnya untuk memberantas kejahatan.

2.5  Kejahatan, Polisi, dan Penegak Hukum
Kejahatan-kejahatan berupa perampokan, pencurian, pemerkosaan, dan pembunuhan itu sifatnya mencolok. Sedang korupsi, penggelapan, penipuan (con games), pemalsuan, perjudian, manipulasi dagang, semua bersifat invisible atau tidak kelihatan. Pengejaran tindak criminal dilakukan oleh polisi. Namun tragisnya, kekuatan angkatan kepolisian biasanya berkembang jauh di belakang pertumbuhan kekuatan criminal. Bila teknik dan metode-metode criminal pesat tumbuh sejajar dengan kemajuan teknologi modern, maka biasanya keterampilan anggota-anggota angkatan kepolisian dan sarana-sarana pendeteksi (untuk menemukan) kejahatan lamban sekali perkembangannya. Jika pemerintahan lemah, dan banyak terdapat korupsi politik, maka biasanya lembaga-lembaga penegak hukumnya juga berfungsi sangat buruk.

2.6  Kejahatan dan Pemenjaraan
Penjara diadakan untuk memberikan jaminan keamanan kepada rakyat banyak agar aman dari gangguan kejahatan. Jadi, pengadaan lembaga kepenjaraan merupakan respon dinamis dari rakyat untuk menjamin keselamatan diri. Dengan begitu, rumah penjara merupakan tempat penyimpanan penjahat-penjahat “ulung” agar rakyat tidak terganggu, dan ada tindakna-tindakan preventif agar para penjahat tidak merajalela.
Pemenjaraan selama jangka waktu yang pendek, pada umumnya mengakibatkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut pada narapidana:
1.      dari penjahat kecil-kecilan mereka bisa menjadi penjahat yang lebih lihai dengan keterampilan tinggi dan perilaku yang lebih kejam.
2.      Sering timbul konflik-konflik batin yang serius, terutama sekali kepada narapidana yang baru pertama kali masuk penjara.
3.      Penjahat-penjahat individual dan penjahat situasional banyak sekali yang mengalami patah mental, disebabkan oleh isolasi sosial dalam penjara.
Sedangkan isolasi yang lama karena disekap dalam penjara mengakibatkan efek-efek sebagai berikut:
1.      tidak ada partisipasi sosial. Masyarakat narapidana dianggap sebagai masyarakat yang terkucilkan, masyarakat asing penuh stigma-stigma atau noda-noda sosial yang wajib dijauhi.
2.      Para narapidana didera oleh tekanan batin yang semakin memberat dengan bertambahnya waktu pemenjaraan. Kemudian muncul kecenderungan-kecenderungan autistic (menutup diri secara total) dan usaha melarikan diri dari realitas yang traumatic sifatnya.
3.      Praktek-praktek homoseksual berkembang.
4.      Para narapidana mengembangkan rekasi-reaksi yang stereotypis, yaitu: cepat curiga, lekas marah, cepat membenci, dan mendendam.
5.      Mendapat stempel “tidak bisa dipercaya” dan “tidak bisa diberi tanggungjawab”. Sehingga apabila mereka telah keluar dari penjara, maka sulit sekali bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan.
2.7  Penjahat Marginal
Pada umumnya, umur 35 tahun merupakan terminus titik akhir dari kriminalitas. Pada usia ini berlangsung banyak krisis batin. Yaitu ada dorongan kuat untuk mengehentikan perbuatan-perbuatan jahatnya, disebabkan oleh usia tua dan semakin lelahnya badan. Namun, jika profesi kriminalnya dihentikan, dia merasa sangat cemas, karena tidak mempunyai tabungan dan tidak punya penghasilan tetap, sebab tidak mempunyai keterampilan khusus. Sebaliknya, jika pekerjaan jahat itu diteruskan, ia merasa sangat ragu-ragu dan mencemaskan serentetan kegagalan yang akan dihadapinya. Sebab dirinya sudah menjadi semakin tua dan rapuh lemah.
Mau mundur meninggalkan pola criminal, dia merasa sayang benar, sedang mau maju meneruskan “profesi” lama, dia merasa tidak memiliki keberanian lagi. Individu-individu yang demikian inilah yang disebut sebagai penjahat-penjahat marginal. Pada umumnya mereka mengalami banyak konflik batin yang serius dan gangguan mental.

BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
3.2  Saran





















DAFTAR PUSTAKA

 
Copyright (c) 2010 I'm a Counselor and Powered by Blogger.